Thursday, 9 February 2012

Neuroscience: Bahagia adalah Default Mode Anda

Bahagia adalah pilihan. Benarkah? 
Neuroscience berkata tidak ! Bahagia adalah kondisi default setting otak manusia sejak lahir hingga meninggal! 
Sedikit mengutip Dalai Lama, bahwa tujuan dalam hidup ini adalah untuk menjadi bahagia. Puji syukur kepada Allah bahwa ilmu tentang otak hingga hari ini telah menunjukkan potensi otak dan pikiran yang luar biasa bagi kehidupan.
  
Oke, beberapa temuan di bidang neurosains berikut adalah fakta

"Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah..." - Rasulullah Muhammad s.a.w

 1. Otak memiliki kesadaran untuk menyembuhkan diri.  
 Selama ini sudah diketahui bahwa sel-sel neuron sejak lahir telah memiliki semua yang diperlukan untuk hidup. Ia tidak dapat kembali setelah mengalami disfungsi. Beberapa tahun lalu diketahui bahwa sel otak/neuron memiliki neuroplasticity. Diduga pula bahwa kemampuan neuron untuk menyembuhkan diri atau dikenal sebagai neuroplasticity/neuroplastisitas hanya berperan untuk memperbaiki dirinya pada kejadian cedera. Ternyata, belakangan ditemukan fakta bahwa neuroplasitisitas ini berlangsung lebih dari yang selama ini dipahamai. Sel neuron mampu memperbaiki dan mereorganisasi diri secara lebih lebih luas di area tertentu setiap saat. (Damasio, 2010)

  2 . Plastisitas adalah sifat dasar dari semua otak yang sehat. 
Setiap orang berpikir mengubah dunia , tetapi tidak seorangpun yang berpikir mengubah dirinya .
~ leo tolstoy

Temuan baru ini tidak hanya merevolusi ilmu pengetahuan , bahkan menjungkirbalikkan  apa yang telah dipahami selama berabad abad. Hal ini juga memberikan perangkat baru  untuk mengetahui diri kita berikut cara menghayati hidup secara ‘kaya’. Artinya penyembuhan dari gangguan cemas, depresi, trauma dan hambatan emosi lain kini  akan lebih menjanjikan. Menurut neuroscientist terkenal Ramachandran, otak memiliki kemampuan lebih besar dan lebih cepat untuk merestrukturisasi dan mereorganisasi dirinya ketimbang yang selama ini dibayangkan (Ramachandran, 2011)


 3 . Kita telah belajar bahwa rasa takut (yang ada di otak) ini dirancang untuk menjadi aset ,     bukan cacat atau kelemahan .

   Adalah terus menerus adanya takut , takut akan rasa takut , yang membentuk wajah seorang  laki laki pemberani . ~ georges bernanos

Respon takut ,  sekarang dianggap oleh neuroscientist sebagai  fungsi kunci dari saraf .  Para pakar neurosains mengerti sekarang bahwa rasa takut bukan sesuatu untuk dihilangkan karena rasa takut dirancang untuk bekerja dengan proses lain untuk membantu menyembuhkan luka masa lalu , dan dalam perjalanan dari melakukan penyembuhan batin itu  otak jugamengembangkan dan memperkuat kapasitas kita untuk mengatur emosi ( Damasio , 2010 ) . Singkatnya , kemampuan untuk merasa takut  ( emosi yang menyakitkan  kebanyakan berakar pada  ketakutan ) adalah penting untuk kebahagiaan . Ketika diaktifkan , respon takut menyediakan  kesempatan untuk membuat makna atas masa lalu, untuk re-integrasi pengalaman lama dengan pemahaman baru , untuk belajar dan untuk menumbuhkan kebijaksanaan.

Emosi yang ‘menyakitkan’ adalah guru yang sangat penting ,membangun kekuatan dan keyakinan diri. Situasi  yang memicu respon stres  adalah kesempatan untuk mengembangkan kapasitas kita untuk mencintai diri  dan orang lain.

Kunci pembelajaran ini menawarkan sebuah fakta dahsyat bahwa‘handling our  fears is a learned ability that can lead to emotional mastery’

Otak dan tubuh Anda telah didesain untuk bahagia dan keren.  Anda telah disetel ‘default mode’ untuk ini, maka -apabila ada-  segeralah keluar dari kecemasan, dari stres, dari depresi itu.

Your happiness is one of your primary responsibilities in life

No comments:

Post a Comment

Kenapa warga rohingya diusir dari negaranya

  Warga Rohingya telah mengalami pengusiran dan diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Konflik terhadap etnis Rohingya bersumber da...