Showing posts with label Hama Tanaman. Show all posts
Showing posts with label Hama Tanaman. Show all posts

Monday, 27 July 2020

Cara Pengendalian Penggerek Polong Kacang Hijau Maruca testulalis


Pendahuluan

Di Indonesia, kacang hijau merupakan tanaman aneka kacang yang menduduki urutan ke tiga terpenting setelah kedelai dan kacang tanah. Tanaman yang tengah menjadi primadona petani lantaran menjadi komoditas ekspor dengan harga yang menggiurkan ini mempunyai banyak kelebihan seperti berumur genjah (55-65 hari), toleran kekeringan, cukup adaptif pada lahan kurang subur/lahan suboptimal serta harga jual stabil dan relatif tinggi.

Grobogan dan Demak adalah penyumbang terbesar produksi kacang hijau dari Jawa Tengah. Petani di Demak dan sekitarnya biasa menanam kacang hijau tanpa olah tanah, tanpa pengairan, tanpa pemupukan, dan tanpa penyiangan pada lahan sawah segera setelah panen padi. Waktu tanam yang tepat setelah panen padi memungkinkan tanaman kacang hijau tumbuh optimal dengan memanfaatkan sisa air dan hara dari tanaman sebelumnya (padi).

Di daerah Demak khususnya, serangan hama penggerek polong kacang hijau sangat tinggi yang mengakibatkan tanaman gagal membentuk polong, sehingga petani tidak mendapatkan hasil panen dari periode bunga yang pertama. Pada awalnya petani tidak mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan tanamannya mengalami gagal panen. Petani di sana menyebut tanamannya terserang “kembang kempel”. Dari hasil idenfikasi, ternyata penyebab kembang kempel atau bunga/kuncup bunga yang rusak dan menggumpal/kempel pada tanaman kacang hijau saat fase berbunga adalah akibat serangan hama ulat penggerek polong Maruca testulalis (Lepidoptera: Crambidae). Maruca testulalis inilah yang merupakan salah satu hama penting tanaman kacang hijau yang menyebabkan penurunan produksi 3-59% seperti yang dilaporkan di Banjarnegara.

Bioekologi Penggerek Polong Maruca testulalis

Serangan hama penggerek polong pada tanaman kacang hijau biasanya terjadi pada awal musim kemarau (MK I), sekitar bulan Mei-Agustus tergantung daerah/lokasi. Sebagai contoh, di beberapa IP2TP lingkup Balitkabi seperti : Kendalpayak (Malang, Jatim), Jambegede (Kepanjen, Jatim), Muneng (Probolinggo, Jatim) dan Ngale (Ngawi, Jatim) serangan penggerek polong kacang hijau mulai ditemukan sekitar awal Mei hingga Juni; sedang di daerah Demak dan sekitarnya terjadi sekitar bulan Juli hingga Agustus.

Hama penggerek polong menyebar sangat luas, mulai Asia, Australia, Afrika sampai Amerika. Di Indonesia hama ini tersebar di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi terutama di daerah penghasil kacang panjang dan kacang hijau. Penggerek polong mempunyai inang yang luas, dari daerah tropis sampai daerah sub tropis ada 39 jenis tanaman yang menjadi inangnya, namun tanaman inang yang paling sering mengalami kerusakan adalah kacang gude (Cajanus cajan), kacang panjang (Vigna unguiculata),kacang komak (Dolichos lablab), common bean (Phaseolus vulgaris), kacang hijau (Vigna radiata), Phaseolus lunatus, Sesbaniacannabina dan Pueraria phaseoloids. Di Indonesia, hama ini banyak menyerang polong tanaman kacang hijau, kacang tunggak, kacang gude, kacang buncis, kacang panjang dan krotalaria yang ditanam pada musim kemarau.

Serangan ulat penggerek polong, secara umum didahului dengan peletakan telur oleh serangga dewasa yang berupa ngengat. Telur berbentuk oval, berwarna putih susu, tembus cahaya, berukuran 0,65×0,45 mm. Telur kebanyakan diletakkan pada kuncup bunga dan bunga, namun telur juga dapat ditemukan pada daun, pucuk tanaman, dan polong. Telur akan menetas dalam waktu 3 hari.

Ulat yang muncul dari telur berwarna putih kecoklatan, dengan bintik-bintik coklat pada bagian punggung, kepala berwarna coklat tua. Pada sisi samping sepanjang tubuhnya dijumpai rambut-rambut yang halus berwarna putih. Ulat dewasa berukuran panjang 15-18 mm. Ulat terdiri dari lima instar yang terjadi dalam 8-13 hari, tergantung suhu udara. Semakin tinggi suhu udara periode perkembangan ulat semakin pendek. Ulat akan merusak tanaman pada malam hari. Kebanyakan ulat instar pertama dan kedua dijumpai di dalam bunga, sedangkan ulat instar ke tiga, keempat dan kelima dijumpai pada polong. Saat menjelang berpupa ulat akan menjatuhkan diri ke tanah.

Pupa dalam kokon terjadi di tumpukan sampah dedaunan yang ada di permukaan tanah, dan berwarna coklat. Periode pupa terjadi sekitar 6-9 hari. Serangga dewasa berupa ngengat berukuran kecil berwarna kelabu tua dengan pola putih coklat pada sayapnya. Pola warna sayap depan lebih jelas dari pada sayap belakang yang ditandai dengan bercak coklat perak pada tepi atas. Ngengat jantan berukuran panjang sekitar 13 mm dan lebar 9 mm, dengan rentang sayap sekitar 26 mm. Ngengat betina mempunyai abdomen kecoklat-coklatan dengan ujung ovipositor berbulu. Ngengat betina berukuran lebih kecil panjang sekitar 11 mm dan lebar 8 mm dengan rentang sayap sekitar 23 mm. Ciri khas ngengat ini, adalah saat ngengat sedang beristirahat sayapnya selalu terbentang.


Kelompok telur penggerek polong Maruca testulalis (Sumber : Merle Shepard, Gerald R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their Natural Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.org) 


Larva penggerek polong Maruca testularis (Sumber : Merle Shepard, Gerald R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their Natural Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.org)



Pupa penggerek polong Maruca testularis (Sumber : Merle Shepard, Gerald R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their Natural Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.org) 


Ngengat penggerek polong Maruca testularis (Sumber : Merle Shepard, Gerald R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their Natural Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.org)

Awal serangan dimulai sejak telur menetas dan ulat muda mulai memakan kuncup bunga, bunga, dan polong yang terlebih dulu dianyam (menggumpal/kempel). Gejala serangan mulai terlihat pada kacang hijau fase berbunga, yang dicirikan dengan kebanyakan bunga menjadi berwarna kehitaman dan bunga-bunga dalam satu tandan tersebut saling menempel satu dengan yang lain, bunga-bunga yang menghitam tersebut kemudian rontok, akibatnya polong gagal terbentuk. Apabila bunga yang teranyam (kempel) tersebut dibuka di dalamnya akan dijumpai ulat berwarna putih dengan bagian punggung berbintik-bintik coklat. Kebiasaan makan dengan menganyam yang khas ini untuk melindungi diri dari serangan musuh alami dan gangguan faktor lain seperti penyemprotan insektisida.


Gejala serangan Maruca testulalis pada polong kacang hijau

Cara Pengendalian

  • Pengendalian hama penggerek polong kacang hijau dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
  • Secara kultur teknis meliputi : 1) Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang (padi-jagung-kacang hijau) untuk memutus siklus penggerek polong. 2) Tanam serempak pada awal musim kemarau I atau tanam di musim kemarau II. Kacang hijau yang ditanam pada kisaran sepuluh (10) hari di awal bulan Maret akan terhindar dari serangan penggerek polong, karena saat penggerek polong muncul tanaman telah menjelang panen atau panen. Apabila kacang hijau akan ditanam di MK II diusahakan agar selama fase berbunga dan pembentukan polong tidak bersamaan dengan munculnya hama penggerek polong. 3) Sanitasi lahan, yaitu membersihkan sisa-sisa tanaman dan gulma. Di Indonesia, salah satu gulma yang banyak diserang penggerek polong adalah dari jenis krotalaria. Oleh karena itu pemusnahan atau pembersihan lahan dari gulma krotalaria sebelum tanam kacang hijau perlu dilakukan untuk membersihkan ekosistem sekitar dari sumber infestasi penggerek polong. 4) Menumbuhkan tanaman yang sehat dengan menanam benih yang sehat, menyediakan cukup air dan hara (pupuk) yang seimbang.
  • Pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan bunga yang kempel selama fase pembungaan kemudian membakarnya, dan dilanjutkan dengan penyemprotan pupuk bunga serta pengairan lahan untuk memicu pertumbuhan bunga yang kedua, sehingga memperpanjang umur panen sekitar dua minggu.
  • Pengendalian biologis dapat dilakukan dengan penyemprotan Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi anjuran, SlNPV 2 g/l ataupun serbuk biji mimba 50 g/l. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali yang dimulai pada awal fase pembungaan.
  • Pengendalian kimia dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida lambda-sihalotrin, deltametrin, carbaril, dan thiodicarb seminggu sekali masing- masing dengan konsentrasi anjuran dimulai pada awal fase pembungaan. Penggunaan lambda sihalotrin 2 ml/l seminggu sekali sebanyak 4 kali yang dimulai pada awal fase pembungaan.
  • Pengendalian Kimia dan Biologis. Untuk mengurangi residu insektisida kimia, aplikasi insektisida dapat diberikan dua kali saja sejak awal fase pembungaan, kemudian dilanjutkan dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atauSlNPV 2 g/l ataupun serbuk biji mimba 50 g/l sebanyak dua kali.

Sunday, 19 July 2020

Fungisida Untuk Penyakit AKAR GADA pada Kubis


Penyakit akar gada (Club root) sering disebut juga sebagai penyakit bengkak akar atau pentol. Penyakit akar gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis (kol) di dunia, termasuk di sentra-sentra tanaman kubis di Indonesia.

Intensitas serangan penyakit akar gada 50 % hingga diatas 80% atau bahkan bisa puso (gagal panen secara total). Penyakit akar gada tergolong penyakit yang sulit dikendalikan karena patogen mampu bertahan bertahun-tahun di dalam tanah.

Akar gada menyebabkan tanaman kubis terhambat pertumbuhannya hingga tanaman menjadi kerdil, tidak dapat membentuk krop dan akhirnya mati.

Di Indonesia penyakit ini dilaporkan terdapat di sentra-sentra tanaman kubis, seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya.

Penyebab Akar Gada pada Kubis

Penyakit akar gada pada kubis disebabkan oleh Plasmodiopora brassicae. Plasmodiopora brassicae termasuk cendawan tingkat rendah dari kelas Plasmodiophoramycetes.

Fase aseksual kelas Plasmodiophoramycetes ini adalah plasmodium. Plasmodium inilah yang berkembang didalam sel-sel akar tanaman kubis sehingga membentuk benjolan-benjolan yang menyerupai gada.

Di lapangan intensitas serangan akar gada bisa mencapai 80% atau bahkan puso (Hadiwiyono dan Supriadi, 1998).

Infeksi dimulai dengan masuknya spora melalui bulu-bulu akar dan menginfeksi jaringan akar hingga menjadi luka dan membentuk benjolan-benjolan seperti gada (akar membengkak).

Penyebaran dan perkembangan Plasmodiopora brassicae dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu kelembaban tanah, suhu, intensitas cahaya dan pH tanah.
  • Tanah yang kelembabannya tinggi sangat mendukung perkecambahan spora istirahat lalu menginfeksi inangnya. Kondisi tanah yang kering menyebabkan Plasmodiopora brassicae membentuk spora istirahat dan mampu bertahan selama lebih dari 10 tahun di dalam tanah.
  • Suhu optimum untuk perkembangan spora patogen dan mengadakan infeksi adalah 20 – 25C.
  • Tanaman kubis rentan terinfeksi pada lingkungan dengan intensitas cahaya tinggi dan lebih tahan pada lingkungan dengan intensitas cahaya rendah.
  • Perkembangan dan penyebaran Plasmodiopora brassicae sangat baik pada kondisi tanah dengan pH rendah (masam), sedangkan pada tanah ber pH tinggi (alkalin) perkembangannya lambat.
  • Penyebaran Plasmodiopora brassicae terjadi melalui manusia, alat-alat pertanian, angin, air, atau pupuk kandang yang ternaknya memakan tanaman kubis-kubisan yang terinfeksi.
 Gejala Serangan Akar Gada (Plasmodiopora brassicae) pada Kubis

Gejala serangan Plasmodiopora brassicae (penyakit akar gada) pada kubis yaitu daun terlihat berwarna hijau kebiruan atau ungu, tanaman kubis layu seperti kekeringan (kekurangan air).

Gejala ini tampak jelas pada siang hari yang terik atau cuaca panas, ketika pagi atau sore hingga malam tanaman kubis terlihat segar kembali. Gejala bengkak pada akar sudah terlihat 10 hari sejak inokulasi (sejak patogen menginfeksi).


Gejala penyakit AKAR GADA pada kubis

Serangan akar gada (Plasmodiopora brassicae) menyebabkan terganggunya (terhambat) pertumbuhan tanaman kubis hingga menjadi kerdil, tanaman tidak dapat membentuk krop dan akhirnya mati. Akar membengkak seperti bintil-bintil atau benjolan.

Plasmodiopora brassicae dapat menginfeksi akar kubis sejak tanaman umur 0 hingga 49 hari (pra pembentukan krop). Infeksi Plasmodiopora brassicae cepat meningkat (menyebar) pada kondisi tanah dengan pH rendah (tanah masam).

Tanaman inang Plasmodiopora brassicae (akar gada) adalah semua jenis kubis-kubisan, yaitu kubis daun (B. oleraceae L. var. capitata), sawi bogor (B. campestris L.), sawi baksi/caisim (B. chinensis L.) (Supriyani dan Supriyadi, 1996; Hadiwiyono dan Supriyadi, 1998).

Tanaman inang lain yang bukan dari jenis kubis-kubisan yaitu Lolium perenne (rumput sejenis ilalang), Agrotis alb-stolonifer, Dactalis glomerata, Trifolium pratense.
\
Cara Mengatasi Penyakit Akar Gada pada Kubis

Penyakit akar gada pada kubis dapat dikendalikan dengan berbagai cara, yaitu meliputi pola tanam, waktu tanam, penggunaan bibit sehat dan pengelolaan air. Berikut ini beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan (meminimalisir) serangan penyakit akar gada pada kubis ;
  1. Penggunaan bibit sehat dan tahan terhadap patogen
  2. Pengapuran pada lahan masam (ber pH rendah < 5,5) dengan dolomit atau kaptan (kapur pertanian) sebanyak 2-4 ton per hektar. Dilakukan 10 – 15 hari sebelum tanam
  3. Perendaman benih kubis dengan ekstrak bawang putih selama -/+ 2 jam atau dengan fungisida yang dianjurkan
  4. Menggunakan tanah dan pupuk kandang yang steril untuk persemaian
  5. Memusnahkan tanaman yang terinfeksi
  6. Rotasi tanaman untuk memutus siklus patogen
  7. Mengatur drainase untuk mencegah genangan air ketika musim hujan
  8. Menjaga kebersihan kebun
  9. Aplikasi fungisida untuk kubis bahan aktif flusulfamide, klorotalonil, karbendazim, dazomet, atau azoksistrobin + difenokonazol dengan dosis sesuai anjuran.

Wednesday, 24 June 2020

Tanaman Baru Cina Untuk Pestisida Nabati


Tanaman ini berasal dari Cina. Dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian sampai 3000 m dpl. Tanaman Baru Cina dapat dikembangbiakkan atau perbanyakkan dengan cara stek atau biji. Baru Cina cocok ditanam pada tanah yang cukup lembab dan tanah yang kaya humus.

Klasifikasi tanaman Baru Cina tergolong pada Divisi Spermatohyta Sub Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Bangsa :Asterales, Suku : Compositae, Warga :Artemisia, Jenis : Artemisia vulgaris L. Nama umum Baru Cina Nama daerah : Baru cina (Melayu), Beungkar, kucicing (Sunda) Suket gajahan (Jawa Tengah), Kolo (Halmahera) Goro-goro cina (Ternate), Nama Inggris Mugwort, common wormwood, felo.

Ciri – ciri : Tumbuhan ini berbentuk semak, menahun, tinggi 30-90 cm. Batang tumbuhan ini berkayu, bulat, bercabang, putih kotor. Tumbuhan ini mempunyai daun tunggal, tersebar, berbagi menyirip, berbulu, panjang 8-12 cm, lebar 6-8 cm, pertulangan menyirip, permukaan daun atas hijau, permukaan bawah keputih-putihan. Bunga baru cina berbentuk majemuk, bentuk malai di ketiak dan di ujung batang, daun kelopak lima, hijau, benang sari kuning, kepala putik bercabang dua sedangkan buahnya berbentuk kotak, bentuk jarum, kecil, coklat. Biji baru cina berukuran kecil dan berwarna coklat, sedangkan akarnya tunggang dan berwarna kuning kecoklatan.

Penyebaran :
Tumbuhan ini berasal dari Cina

Habitat :
Tumbuh liar di hutan atau ladang, menyukai tanah yang lembab dan kaya unsur hara. Tumbuh pada daerah dengan ketinggian 500-
3.000 m dpl.

Kandungan kimia :
Tumbuhan ini mengandung minyak atsiri, zat pahit artemisin, kuebrakit, tauremisin, sitosterina, adenina, tetrakosanol, ferneol, stigmasterina, amirin, tanin dan resin

Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan tangkai

Cara kerja :
Tumbuhan baru cina bersifat sebagai insektisida

Khasiat lain :
Kegunaan lain dari baru cina adalah sebagai obat nyeri haid, obat kuat, obat batuk, obat kejang, obat mulas dan menambah nafsu makan.

Metode pembuatan :
Cara Pembuatan Baru Cina

Kenapa warga rohingya diusir dari negaranya

  Warga Rohingya telah mengalami pengusiran dan diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Konflik terhadap etnis Rohingya bersumber da...