Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, tumbuhan kepuh sudah dikenal sejak lama, dan diketahui berkhasiat untuk obat. Semua bagian tanaman, mulai dari kulit batang, daun, buah, sampai biji, sering dimanfaatkan sebagai campuran jamu.
Penggunaan kepuh sebagai penyedap rasa alami ini, digarisbawahi Arya Metananda perlu mendapat perhatian, sebagai alternatif di tengah merebaknya berbagai merek penyedap kemasan dengan kandungan kimia sintetik.
Kepuh juga potensial sebagai penghasil bahan bakar nabati (biofuel). Keberadaan kepuh sebagai biofuel turut menunjang aspek ekologis dalam pengurangan penggunaan bahan bakar fosil yang prosesnya cenderung tidak ramah lingkungan.
Secara ekologis, pohon kepuh berfungsi sebagai mikro habitat beberapa jenis burung, kalong, dan lebah madu. Pohon kepuh juga berfungsi sebagai pengatur siklus hidrologi karena dengan tajuknya yang lebar dan perakarannya yang kuat mampu menahan air tanah.
Ciri Botani
Nama marganya diambil dari Sterculius atau Sterquilinus, nama dewa pupuk pada mitologi Romawi. Nama spesiesnya, foetida, memiliki arti berbau keras, busuk. Nama ilmiah itu merujuk pada bau tak enak yang dikeluarkan oleh pohon ini, terutama dari bunganya.
Kepuh adalah sejenis pohon kerabat jauh kapuk randu. Pohonnya tumbuh tinggi, hingga mencapai 40 meter, dengan diameter batang bagian bawah dapat mencapai 3 meter. Sama dengan kapuk randu, cabang-cabang tumbuh mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang kurang lebih sama, bertingkat-tingkat.
Daun tumbuhan kepuh berupa daun majemuk menjari berbentuk jorong dengan ujung dan pangkal yang runcing. Panjang daunnya berkisar 10-17 cm.
Bunga terdapat di ujung batang/ranting, pada awalnya bunga berwarna kuning keabuan kemudian menjadi merah.
Buah kepuh besar agak lonjong berukuran 7-9 cm dengan lebar sekitar 5 cm. Kulit buah tebal dan keras dengan warna merah kehitaman. Buah kepuh berupa kantong dengan jumlah 10-17 biji.
Pohon yang tumbuh cepat ini selain banyak ditemukan di pemakaman di Jawa dan Bali, juga kerap didapati di hutan-hutan pantai.
Habitat kepuh adalah dataran rendah hingga ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan air laut (m dpl) terutama di daerah kering. Persebaran pohon ini sangat luas, mulai dari Afrika bagian timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara (Indonesia), hingga Australia. Di Indonesia, tanaman ini tersebar di beberapa daerah meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kegunaan Kepuh
Kayu kepuh, mengutip dari Wikipedia, berwarna putih keruh, ringan, dan kasar, serta tidak kuat, tidak awet, tidak tahan terhadap serangan serangga. Kayu ini, meskipun mudah didapatkan dalam ukuran besar, kurang baik untuk bangunan karena mudah rusak. Biasanya kayu kepuh digunakan untuk membuat biduk, peti pengemas, dan batang korek api. Namun begitu, pohon kepuh yang tua dapat menghasilkan kayu teras bergaris-garis kuning yang cukup baik untuk membuat perahu dan peti mati. Kayunya mungin cocok untuk mebel.
Daun-daun kepuh konon digunakan untuk mengobati demam, mencuci rambut, dan sebagai tapal untuk meringankan sakit pada kaki dan tangan yang terkilir atau patah tulang.
Kulit buah yang tebal yang dibakar hingga menjadi abu, digunakan untuk memantapkan warna yang dihasilkan oleh kesumba. Air rendaman abu ini juga digunakan sebagai obat penyakit kencing nanah.
Biji kepuh dulu juga acap dikempa untuk diambil minyaknya, yang berguna sebagai minyak lampu, atau minyak goreng. Di Kangean, minyak kepuh dimanfaatkan sebagai malam untuk membatik.
Biji kepuh secara umum mengandung beberapa jenis asam lemak. Minyak adalah salah satu komponen dari biji kepuh tersebut dengan proporsi 53-58 persen dari berat total biji.
Minyak diperoleh dengan cara ekstraksi. Dari daging biji, dapat dibuat minyak yang mengandung sebagian besar asam sterkulat, serta sebagian kecil terdiri atas asam oleat, asam linoleat, asam palmitat, dan asam miristat. Produk minyak dapat dijadikan pelumas, kosmetik, cat, dan plastik.
Inovasi yang dilakukan melalui proses alkoholisis. Penggunaan kepuh sebagai biofuel ini masih dalam skala laboratorium, belum digunakan secara komersial karena belum efektif secara ekonomi. Namun, untuk penggunaan secara umum di Indonesia dan Jawa Barat, minyak kepuh sudah digunakan sebagai produk industri seperti kosmetik, sabun, obat cuci rambut, pelembut kain, cat, dan plastik.
Bilangan asam merupakan salah satu indikator mutu minyak, semakin rendah bilangan asam kualitas minyak semakin baik. Bilangan asam kepuh majalengka (2,80 mg KOH/g minyak) lebih rendah dibanding dengan bilangan asam minyak kepuh dari NTT (313 mg KOH/g minyak). Dengan kualitas minyak biji kepuh yang baik di jawa barat yang cukup baik, potensi minyak kepuh berkualitas di Jawa Barat memiliki prospek yang baik.
No comments:
Post a Comment