Sunday, 28 February 2010

Keluarga Yang Kelebihan 1 Ibu

Dia duduk di meja itu laksana raja. Istri tua di samping kanan dan istri muda di samping kirinya. Tidak ada yang berani terang2an menatap mereka, termasuk aku. Aku hanya bisa melepaskan pandangan sembunyi2 sesekali ke meja mereka, dimana 4 orang anaknya sedang makan dengan lahapnya.
Mereka terlihat akur, berbincang selayaknya keluarga bahagia.. yang aneh di mataku karna kelebihan 1 ibu.

Di jaman modern seperti ini masihkah hal seperti itu ada?
Aku sulit mempercayai mataku. Kuamat2i raut wajah sang istri tua. Ah masa tidak tersirat sedikitpun kesedihan, kemarahan, atau bahkan kebencian?
Tapi semakin lama aku mencari, semakin tak kutemukan apa yang kucari.
Yang kutemukan hanyalah seraut wajah yang tidak terlalu tua, mungkin di awal 40-an, sedang menikmati pesta dan terlihat anggun dengan gaun pesta warna keemasan.

Sesekali kulihat dia tertawa kecil menasehati anak2nya, tapi tetap tak kutemukan api yang kucari di matanya. Dimanakah api itu? Apakah ia yang terlalu pintar menyembunyikannya? Ataukah aku yang kurang dalam mencari?
Tapi hakikatnya, api tidak perlu susah2 dicari. Api itu panas, menusuk, membakar. Tidak ada yang bisa menyembunyikan api. Api akan langsung terlihat dari luar. Hanya kesabaran dan ketabahan yang tersembunyi di dalam. Tertimbun rapat oleh berlapis2 air mata.

Hey, perempuan itu merebut suamimu!
Suamimu membawa 1 wanita lagi ke dalam pernikahan kalian!
Mana sesakmu? Mana marahmu?

Pertanyaan itu bertalu2 di dadaku, di kepalaku, tertumpah dari setiap emosi perempuanku.
Namun hanya aku yang bisa mendengarnya.
Aku yang berdenyut2 meminta jawaban, bukan keluarga bahagia yang kelebihan 1 ibu di sana.

Istri muda itu adalah adik istrinya sendiri.

Aku seperti burung yang sedang terbang lalu jatuh terjerembab ke tanah. Sayapku tiba2 kaku. Aku blank. Aku kaget. Kepalaku pening.
Berita apa lagi ini? Aku berkerut2 mendengarnya.

Ayolaaah.. ini kan bukan jaman kaisar dinasti cina tempo doeloe yang sah2 saja menikahi perempuan satu keluarga.
Does this thing really happen? Right now? In front of my eyes? To someone I know? In this modern world? Where we can find everyone from our childhood on facebook?

Sudahlah perih dimadu, sudahlah pedih melepaskan mahkota sebagai istri satu2nya.. dan.. itu.. terhadap adik sendiri?
Adik yang tumbuh besar bersama kita? Yang mempunyai papa dan mama yang sama? Yang kita pukul dan kita peluk oleh sebab yang sama sewaktu kecil?

Semua orang tua pasti pernah berpesan pada anaknya yang sulung, "Bagi permenmu dengan adikmu" atau "Mainnya gantian dengan adikmu"
Tapi aku yakin, seyakin2nya, tidak pernah ada pesan, "Jika sudah besar nanti, bagi suamimu dengan adikmu yah nak."
Tidak. Tidak akan pernah.

Alangkah sinetronnya keadaan ini menurutku. Tiba2 sinetron tidak terlihat terlalu mengada2 lagi.

Bagaimana keadaan mereka di rumah ya aku berandai2...
"Jaga anak2 di rumah ya, aku mau pergi ke puncak dengan adikmu."
"Cari papa ya? Papa sedang tidur di kamar tante."

Apa ya perasaan istri tuanya? Ketika tahu akan berbagi suami dengan adiknya sendiri?
Dan yang lebih penting, apa yang dipikirkan adiknya ketika tau ia akan menggeser posisi kakaknya sebagai istri tersayang di rumah?
Ayolah, kita semua tahu, jika ada istri muda, istri tua pasti akan kebagian mengurus anak2 saja. Biarkan istri yang lebih muda, lebih kinclong, lebih tidak keriput, lebih singset mengurus bapaknya anak2.

Apakah adiknya merasa menang? Merasa suami juga adalah mainan yang bisa dimainkan bergantian? Atau merasa sedih atas nasib malang kakaknya tapi tidak bisa berbuat apa2 karna cinta itu buta?
Cinta itu tidak mengenal usia, kedudukan, dan.. saudara?
Atau ia berpikir lebih baik berbagi dengan aku daripada dengan wanita lain yang tidak tau juntrungannya di luar sana?

Alangkah malangnya nasib orang tua mereka, punya 2 anak wanita, tapi cuma punya 1 menantu. Menantunya itu2 saja. Benar2 tidak diferensiasi. Sudah kubayangkan muka cucunya juga pasti itu2 saja.
Bagaimana mereka menjelaskan pada sanak saudara di kampung? Pada tetangga yang selalu mau tahu? Pada orang yang suka bergosip di pasar? Aku tak tahu butuh berapa tahun baru gosip ini reda.

Otakku yang memang suka memikirkan hal2 yang aku tahu sebenarnya tidak perlu aku pikirkan itu telah melampaui batas yang bisa diterima akal sehatnya. Aku menolak fakta2 yang disesakkan ke dalam kepalaku.

Sebagai gantinya aku menemukan pencerahan baru. Mungkin saja istri tuanya sedang sakit parah. Lalu dia merestui pernikahan suaminya dengan adiknya sendiri untuk menggantikannya nanti jika ia telah tiada. Untuk menemani suaminya, menjaga anak2nya.
Ahhh... benar.. mungkin saja karena itu. Ternyata aku juga berbakat menulis sinetron.

"Sudahlah.. kenapa kau pikirkan hal itu terus menerus?" suamiku menatapku sambil mengusap tanganku.
Lamunanku buyar. Padahal aku sedang membayangkan si istri tua yang sedang sakit parah tergolek tak berdaya di ranjang. Dia sedang memegang tangan suami dan adiknya dan meminta mereka berjanji akan menikah supaya dia tenang di alam sana.

"Aku yakin si istri tua tidak sakit. Tidak ada adegan seperti bayanganmu. Suaminya jatuh cinta lagi dengan adik istrinya yang memang tinggal bersama mereka. Lalu dia mengawininya juga. Sudah. Itu saja. Tidak ada penjelasan apa2 lagi."

"Tapi itu kan tidak masuk akal. Itu kan adik istrinya. Masa dia menikahi adik iparnya sendiri? Memang dia tidak memikirkan perasaan istrinya? Perasaan adik iparnya? Perasaan keluarga istrinya?

"Mungkin mereka suka sama suka."

"Lalu istrinya? Sudah pasti istrinya tidak suka."

"Lalu istrinya bisa berbuat apa? Dia sudah punya 4 anak, yang paling besar baru SMU, dan dia tidak bekerja. Keluarganya juga mau bilang apa, mereka banyak dibantu, banyak menerima uangnya. Uang menyelesaikan segalanya."

Aku tergugu. Hutang budi ditukar dengan anak perempuan?

Aku melihat suaminya semakin mirip dengan datuk maringgih skarang.
Aahhh.. bukan. Siti nurbaya dulu tidak mau dinikahkan dengan datuk maringgih. Sedangkan mereka suka sama suka.

Mungkin aku perlu rajin2 melihat rubrik oh mama oh papa di kartini. Siapa tau ada cerita lengkapnya. Jika rubrik itu masih ada tentu saja.

Sebelum pulang aku tersenyum pamitan kepada keluarga bahagia yang kelebihan 1 ibu itu, tapi aku rasa senyumku miring. Dan mata si suami yang melihat ke arahku membuat aku gelisah. Apa yang dia pikirkan? Dia tidak berpikir ingin menjadikan aku istri selanjutnya bukan?

Aku melihat ke dalam kegelapan di luar jendela mobil sembari membayangkan hari2 panjang yang harus mereka jalani. Cinta seperti apa yang dimiliki setiap orang di rumah itu? Masihkah itu disebut cinta? Atau justru aku yang kerdil dan cinta mereka sebesar samudra sehingga hal2 seperti ini tidak memisahkan mereka?

Ah.. manusia.
Makhluk Tuhan yang katanya paling mulia.

No comments:

Post a Comment

Kenapa warga rohingya diusir dari negaranya

  Warga Rohingya telah mengalami pengusiran dan diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Konflik terhadap etnis Rohingya bersumber da...